Kamis, 24 September 2009

Perjalanan Malam ... Episode 2

Aku memang tak memiliki nafsu atas dirinya, namun aku menyimpan keharuan melihatnya. Sekarang dia menjadi pemurung. Dia begitu mudah meneteskan air mata. Ingin kubisikkan padanya, ”Untuk apa engkau membuang air matamu? Biarkanlah itu menjadi milik Dia...?” Dia selalu menangis ketika sebuah nama tersebutkan atau ketika gambar seseorang terlintas di depan pandangannya. Oohh, aku paham sekarang. Aku bisa sedikit memahaminya. Dia hanyalah seorang gadis lemah yang menawan. Beberapa doa yang kudengar selalu sama, meminta suatu hal yang bagiku itu biasa. Ataukah aku yang tak bisa mengartikan permintaannya? Aku akan naik ke Arsy, aku akan langsung menanyakannya pada Tuhan. Dia pasti tahu bahkan lebih tahu apa yang disembunyikan gadis mungil ini.

Kunaiki kendaraan langit dengan begitu cepat ketika gadis itu merampungkan shubuhnya. 
”Tuhan, aku mengalah. Gadis itu terlalu pandai menyembunyikan perasaannya. Beri tahu aku Tuhan, apa yang sedang terjadi padanya?” 
”Apakah engkau tidak bisa memahami makna doa yang dia minta kepada-Ku?”
Aku menggeleng lemah. Dengan sabar, Tuhan menjelaskan padaku.
”Dia menggenggam cintanya. Dia terlarut dalam rasa cinta kepada hamba-Ku.”
”Apakah itu salah?”
”Tak ada yang salah dengan cinta.... Aku yang memberikan cinta itu, selanjutnya terserah dia.”
”Tapi aku tidak sanggup melihat tangis di setiap doanya? Apa Engkau tak kasihan padanya, Tuhan?”
”Aku lebih tahu apa yang Aku lakukan terhadap hamba-Ku. Biarkan Aku mengujinya supaya Aku tahu seberapa dalam dia mencintai-Ku ”
Aku diam. Tak berani memohon apapun saat ini. Tuhanku memang lebih tahu segalanya. Untuk itulah, aku pun hanya bisa menunggu jawaban dari Tuhan, begitu pun gadis itu. Aku kembali sekarang, ke tempat gadis tersebut sebelum mentari muncul. 

”Aku tahu Tuhan, dia memang sedang menjadi Layla... dia begitu merasakan pedih dari apa yang tengah ia alami. Aku pun tahu dia begitu bimbang. Ada dua jalan masa depan di hadapannya dan itu begitu sulit untuk dia pilih. Keduanya terlalu ia sayangi. Tuhan, tolong beri kekuatan untuk nya. Apapun keputusan yang ia ambil nanti, ku mohon Engkau berikan yang terbaik.” 

Cinta tidak selamanya indah. Cintanya membuat dia tunduk dan semakin dekat pada Tuhan. Cintanya suci, tapi kenapa ujian dari orang tuanya datang menebas harapan yang baru dibangun itu? Entahlah, mana yang akan ia korbankan... 

Bersambung.


Perjalanan Malam ... Episode 1

Aku kasihan melihatnya…. Hampir setiap malam ditemani senandung Kitaro ia menangis. Di atas peraduan berselimutkan gelap kamar, ia menatap lelangit yang terlihat redup. Aku yakin, pikirannya sedang berkelana ke dimensi lain. Antara surga dan neraka, antara cinta dan pengorbanan, antara berbakti dan penekanan, juga antara masa depan dan saat ini. Uhmm... aku sempat berpikir bahwa ia sedang dirundung musibah. Aku diam, kembali menyaksikan air mata itu. Sekarang butirannya semakin kecil seiring dengan irama Caravansa yang semakin lirih. Aku pikir, ia akan berhenti menangis setelah musik itu usai. Namun, rupanya aku keliru. 

Aku berpakaian putih malam ini diutus oleh Tuhan untuk kembali menengoknya. Tuhan begitu perhatian dengan hambanya yang satu ini. Setiap harinya, ia gunakan waktu untuk kuliah, bekerja, dan bermain bersama anak-anak.... Mulia sekali ia yang sering aku lihat dari langit dengan senang hati memberikan sekotak makanan dengan sisa uang yang ia miliki untuk wanita tua yang duduk di pojok kampus. Ia tak mengenal nenek itu, tapi persahabatan mereka berlanjut ketika gadis itu mengantar nenek tersebut pulang ke istana jeraminya. Sekali lagi, aku beruntung Tuhan telah mengutusku untuk mengawal gadis ini. Aku suka melihatnya tersenyum kepada semua orang, dikenal maupun tidak, kepada pria maupun wanita, yang muda ataupun yang tua. Senyumnya muraaah sekali. Aku saja mungkin kalah dengannya. Ia selalu terlihat riang. Pandai sekali dirinya menyembunyikan beban yang ia pikul. Atau, mungkin itu semua bukan beban baginya? Sebagai seorang wanita, menurutku itu terlalu berat. Aku saja yang pria merasa bahwa aku akan kewalahan. 

Ia terlelap pukul sebelas malam menantikan air matanya kering. Sayang, ia bersembunyi di balik selimut, jadi aku tak bisa menyaksikannya. Aku menantikannya cukup lama. Aku ingin melihat, apakah nanti ia terbangun atau tidak. Aku diciptakan tanpa memiliki nafsu, jadi aman bagiku untuk menungguinya di samping tidurnya. Lelap sekali, nafasnya panjang dan teratur. Penantianku pun terjawab, ia terbangun setengah empat pagi. Mengambil air wudhu dan melangsungkan muhasabah malamnya.

“Tuhan, aku ingin Engkau memperpanjang kontrakku untuk menemani gadis ini. Aku jatuh cinta kepadanya. Kepada kesucian hatinya. Tuhan, aku mohon, kabulkan permintaannya. Itu tidak akan sulit bagi-Mu. Ia hanya meminta supaya diberi kenikmatan iman, usia, sehat, dan kekuatan, seperti yang orang lain pinta supaya ia bisa mewujudkan harapan orang tuanya.”
Aku mengamini setiap ayat yang ia panjatkan. Ia kembali berurai air mata di mihrab kecilnya, kali ini permintaannya lain. Ia meminta supaya kasih sayang yang ia miliki tetap bisa terjaga karena Tuhan. Owhh... rupanya ia sedang bermunajat meminta Allah memudahkan masa depannya yang lain. Masa depan untuk menyempurnakan agamanya.... 

Ada apa dengannya...?? Ada apa dengan cintanya...?



... Teguran Atas Nama Cinta ...


Apakah engkau percaya kekuatan cinta? Ahh, kita memandang cinta terlalu logis dan terlalu dibatasi dengan etika. Bukan cinta, tapi perilaku atas nama cinta-lah yang harus ditegur. Aku selalu bilang pada diriku, buatlah rasa sayang dan cinta pada manusia sebagai pendekat dan media belajar untuk mencintai Tuhan mu lebih dalam dan lebih dalam dari sebelumnya. Dan selama hatiku bersamamu tak pernah aku merasa jauh dengan-Nya.

Cinta adalah urusan hati. Biarkanlah Dia yang bertindak. Aku lelah dengan semua ini. Aku pun tak tahu jalan mana yang harus aku tempuh. Jika jatuh cinta adalah haram maka aku ikhlas dirajam seratus kali. Inilah aku sebagai manusia, bukan takdirku sebagai seorang suci. Tapi, Dia memilihku sebagai wanita yang terus belajar untuk menjaga segala yang kumiliki. Terimakasih atas kesempatan ini, Tuhan.

Aku telah menepati janjiku. Aku akan menjalankan prinsip yang pernah kukatakan padamu dulu. Memposisikan laki-laki dalam kedudukan yang sama. Hingga masanya kelak membukakan pintu hatiku untuk salah seorang yang akan aku ’pilih’. Inilah caraku untuk mengakhiri kembara hatiku. Aku akan menikmati kesendirian entah sampai kapan. Semoga aku mampu untuk azzam ku ini ....

Untuk semua yang pernah datang dalam kehidupanku: Terimakasih atas rasa yang kalian berikan. Terimakasih atas pengorbanan dan perhatian kalian. Maafkanlah aku jika pernah menyakiti hati kalian. Maafkan karena aku tak bisa memberikan harapan apa-apa terhadap kalian. Biarkan kita menjadi sahabat hingga masanya Allah akan menghalalkan ikatan tersebut.



... Sudahkah Bertemu Penggantinya ...?


Engkau sedang menunggu para pengganti? Sudahkah kau menemukannya? Aku berharap semoga dia bukanlah gadis yang membuatmu sakit dan kecewa, seperti yang pernah engkau alami dulu. Aku ingin engkau tersenyum walau tak lagi untuk gadis mungil itu. Kurelakan kau membalas senyum gadis baru yang mungkin juga menyayangimu sepertiku atau bahkan lebih.

Aku telah egois dengan membuatmu ragu dan bimbang. Tapi, sungguh tak ada maksudku menahan kebahagiaanmu. Kisah kita begitu indah kurasakan, walau singkat. 

Benarkah aku telah buta karena cinta...? Suka, cinta, dan sayang yang memiliki kasta. Jangan pernah paksa aku lagi untuk mengakhiri, menjauh, bahkan melupakan yang pernah terjadi. Biarkanlah begini adanya hingga waktunya kelak. Biarkan saja aku menjadi pemurung dan pemimpi yang lebih hebat darimu. Izinkan saya untuk merasakannya pelan dan merasuk sehingga semua bisa menjadi kekuatan baru, untuk menjadi lebih baik. Aku ingin melihatmu sukses dengan pekerjaanmu, dari jauh aku memperhatikan dan mendukungmu, namun tolong jangan engkau kotori kepercayaanku terhadap kemuliaan hatimu. 




... Disaksikan oleh Tuhan : Lagi dan Lagi ...


Aku tidak tahu, ke mana perasaan ini akan membawaku berkelana. Terkadang aku tidak bisa mengatasi gulana yang lambat laun mekar menjadi jiwa pemurung. Sudah banyak cara yang aku lakukan untuk lepas dari ini semua, tapi hasilnya tetap sama. Perih. Tak ada yang mengetahuinya, kecuali malam dan kesunyian yang selalu menemani. Dia telah katakan bahwa kita telah memiliki jalannya masing-masing. Aku turuti itu, bahkan aku mencoba membencinya. Tapi, sungguh itu membuatku semakin mengingatnya. 

Kucoba untuk mengunci rapat rasa itu dan mulai kubuka pintu yang lain. Namun, hanya kehampaan yang aku temui hingga saat ini. Aku tak ingin mengecewakan orang lagi. Aku hendak melepaskan orang yang saat ini denganku semata karena aku tak bisa memberikan cinta itu sekarang. Aku takut Allah akan berpaling dariku, sungguh aku takut apa yang aku lakukan saat ini adalah sebuah pelarian.

Tak mudah bagiku untuk membuka lembaran baru. Aku butuh waktu untuk berproses dengan yang lain. Aku tak meminta Tuhan untuk memberiku cinta terhadapnya bahkan aku tak memaksa Tuhan untuk menjadikan dia milikku. Semuanya mengalir mengikuti orbit yang telah Dia tentukan. Jika kita menyesalinya, itu artinya kita tidak menerima apa yang telah Allah anugerahkan pada kita. Sejatinya aku adalah wanita lemah yang seringkali ragu dan takut. Namun, aku selalu belajar untuk tidak memperlihatkan itu semua di depan orang lain, demi sebuah pelajaran hidup. Aku memang pembohong publik yang handal.