Aku kasihan melihatnya…. Hampir setiap malam ditemani senandung Kitaro ia menangis. Di atas peraduan berselimutkan gelap kamar, ia menatap lelangit yang terlihat redup. Aku yakin, pikirannya sedang berkelana ke dimensi lain. Antara surga dan neraka, antara cinta dan pengorbanan, antara berbakti dan penekanan, juga antara masa depan dan saat ini. Uhmm... aku sempat berpikir bahwa ia sedang dirundung musibah. Aku diam, kembali menyaksikan air mata itu. Sekarang butirannya semakin kecil seiring dengan irama Caravansa yang semakin lirih. Aku pikir, ia akan berhenti menangis setelah musik itu usai. Namun, rupanya aku keliru.
Ia terlelap pukul sebelas malam menantikan air matanya kering. Sayang, ia bersembunyi di balik selimut, jadi aku tak bisa menyaksikannya. Aku menantikannya cukup lama. Aku ingin melihat, apakah nanti ia terbangun atau tidak. Aku diciptakan tanpa memiliki nafsu, jadi aman bagiku untuk menungguinya di samping tidurnya. Lelap sekali, nafasnya panjang dan teratur. Penantianku pun terjawab, ia terbangun setengah empat pagi. Mengambil air wudhu dan melangsungkan muhasabah malamnya.
Aku mengamini setiap ayat yang ia panjatkan. Ia kembali berurai air mata di mihrab kecilnya, kali ini permintaannya lain. Ia meminta supaya kasih sayang yang ia miliki tetap bisa terjaga karena Tuhan. Owhh... rupanya ia sedang bermunajat meminta Allah memudahkan masa depannya yang lain. Masa depan untuk menyempurnakan agamanya....
Ada apa dengannya...?? Ada apa dengan cintanya...?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar